KOMEDI SATU BABAK
MENTANG-MENTANG DARI
NEW YORK
KARYA
MARCELINO ACANA JR
TERJEMAHAN
TJETJE YUSUF
SADURAN
NOORCA MARENDRA
DRAMA PANGGUNG KOMEDI
SATU BABAK
“MENTANG-MENTANG DARI
NEW YORK”
SETTING
RUANG TAMU DI RUMAH
KELUARGA BI ATANG DI KAMPUNG JELAMBAR. PINTU DEPANNYA DI SEBELAH KANAN, JENDELA
SEBELAH KIRI, DI SEBELAH KIRI PENTAS INI, ADA SEPERANGKAT KURSI ROTAN, DI
SEBELAH KANAN ADA RADIO BESAR YANG MERAPAT KE DINDING BELAKANG. DI TENGAH
DINDING ITU ADA SEBUAH PINTU YANG MENGHUBUNGKAN RUANG TAMU DENGAN BAGIAN DALAM
RUMAH ITU. PAGI HARI, KETIKA LAYAR TERBUKA, TERDENGAR PINTU DEPAN DIKETUK
ORANG, BI ATANG MUNCUL DARI PINRU TENGAH SAMBIL MELEPASKAN APRONNYA, DAN
BERSUNGUT-SUNGUT. BI ATANG INI ORANGNYA AGAK GEMUK, JIWANYA KUNO. TAPI TUNDUK
TERHADAP KEMAUAN ANAK PEREMPUANNYA YANG SOK MODERN. OLEH KARENA ITU MAKLUM
KALAU BAJU RUMAHNYA GAYA BARU. APRONNYA BERLIPAT-LIPAT, DAN POTONGAN RAMBUTNYA
YANG DI “MODERN”KAN ITU TAMPAK LEBIH TIDAK PATUT LAGI.
BI ATANG
(SAMBIL MENUJU PINTU)
tamu lagi, tamu lagi, tamu lagi! Selalu ada tamu yang datang. Saban hari ada
tamu, sial kaya orang gedongan saja. (MEMBUKA PINTU DAN ANEN MASUK DENGAN BUKET
DI TANGANNYA, PAKAIANNYA PERLENTE, DAN IA TERTEGUN DI PINTU MENATAP BI ATANG
DENGAN DAN GUGUP MEMPERHATIKAN BI ATANG KE BAWAH)
Eh … Anen! Bibi kira
siapa? Ayo masuk!
ANEN
Tapi … ini Bi Atang
bukan?!
BI ATANG
(TERTAWA) Anen! Anen!
Kalau bukan Bibi, siapa lagi? Dasar anak bloon. Kamu kira aku ini siapa hah?
Nyonya Menir?
ANEN
(TERSIPU) Habis
kelihatannya kayak nyonya besar sih.
BI ATANG
(TERSIPU SAMBIL
MEMEGANG RAMBUTNYA YANG PENDEK) Kemarin rambut ini Bibi potong di kap salon,
biar kelihatan modern, kata si Ikah, apa kelihatannya sudah cukup mengerikan?
ANEN
Oh … tidak, tidak. Malah
kelihatannya gagah sekali. Tadi saya kira Bibi ini Ikah, jadi saya agak gugup
tadi. Maklum sudah lama tidak ketemu.
BI ATANG
Ah dasar! Kamu dari
dulu nggak berubah juga. Nakal (MENCUBIT PIPINYA) Ayo duduk! (ANEN DUDUK)
Bagaimana kabar ibu?
ANEN
Wah kasihan Bi, ibu
sudah kangen sama Bibi. Katanya ia tidak tahan lama-lama meninggalkan Jelambar.
Malah ia ingin cepat-cepat pulang.
BI ATANG
(MENDEKAT) O ya,
sudah berapa lama ya, kalian pergi dari sini?
ANEN
Belum lama Bi, baru
tiga bulan.
BI ATANG
Baru tiga bulan? Tapi
tiga bulan itu cukup lama buat penduduk asal Jelambar yang pergi dari kampung
ini. Kasihan juga ya, rupanya ibumu sudah bosan tinggal di karawang.
ANEN
Iya, tapi maklum Bi,
buat insinyur-insinyur macam saya ini, kerja di sana cukup repot. Dan kalau
jembatan Karawang itu sudah kelar, kami pasti akan segera kembali ke sini.
Jelambarkan tanah tumpah darah kami. Begitu kan Bi?
BI ATANG
Orang kata Nen, biar
jelek-jelek juga lebih enak tinggal di kapung sendiri. Makanya kamu harus
cepat-cepat bawa ibumu, Bibi nggak ada teman lagi buat main caki.
ANEN
Benar Bi, ibu memang
sudah kangen sekali main ceki.
BI ATANG
Makanya, Bibi bilang
ibumu tidak mungkin jadi penduduk kampung lain. Apalagi di luar kota, sekali
dia pernah jadi gadis Jelambar tetap saja gadis Jelambar. Ingat saja
kata-kataku ini. (TIBA-TIBA IA TERINGAT SESUATU) Tapi ini betul atau tidak
entahlah. Kalau melihat anak Bibi si Ikah yang telah pergi ke Amerika dan
tinggal setahun di sana, katanya bahkan ia tidak pernah rindu kampung halaman.
ANEN
(MULAI GUGUP LAGI) Ka
… ka… kapan Ikah datang ke sini, Bi?
BI ATANG
Dari Senin kemarin,
kenapa?
ANEN
O … pantas, saya baru
tahu waktu say abaca di korang, katanya Ikah sudah pulang dari New York, jadi …
jadi …
BI ATANG
(PENUH ARTI) Jadi
kamu datang ke sini bukan?
ANEN
(TERSIPU) Ah … Bibi
bisa saja!
BI ATANG
(MENGELUH) Anak itu
baru datang Senin kemarin, tapi coba lihat sudah berapa banyak badan Bibi
dipermaknya. Lihat! Waktu pertama kali ia datang dan melihat Bibi, ia
marah-marah, katanya, Bibi harus segera bersalin rupa. Bibi yang sudah tua
Bangka ini harus dipermak, biar jangan kampungan. Bibi pagi=pagi sekali sudah
diseret ke kap salon, dan kamu bisa lihat hasilnya. Saksikan perubahan apa
yang telah menimpa diriku secara
revolusioner ini! Rambutku dibabat habis, alis dicukur, kuku dicat, dan kalau Bibi
pergi ke pasar harus memakai gincu pipi dan lipstick. Bayangkan, apa nggak
persis kodok goreng? Semua teman-teman Bibi di pasar, di jalanan pada
menertawakan Bibi. Mereka pikir Bibi sudah agak saraf, masa tua Bangka begini
di coreng moreng. Kaya tante girang saja. Tapi apa musti perbuat? Kamu tahu
sendiri adatnya si Ikah, Bibi nggak bisa berselisih paham dengan dia. Katanya Bibi
harus belajar bersikap dan bertingkah laku seperti seorang wanita Amerika.
Seperti first lady! Seperti seorang metropolit, karena Bibi punya anak yang
pernah tinggal di Amerika. Busyet deh, apa Bibi ini kelihatan kayak orang
Amerika.
ANEN
(GELISAH MENANTIKAN
IKAH) Iya … iya. Bibi kelihatan hebat sekali. Dan … di mana dia sekarang?
BI ATANG
Siapa?
ANEN
Ikah! Apa Ikah ada di
rumah?
BI ATANG
(MENDENGUS) Oooo …
ada! Tentu saja dia ada di rumah. Ia sedang tidur!
ANEN
(SAMBIL MELIHAT JAM
TANGANNYA) Masih tidur?!
BI ATANG
Ia, masih tidur!
Kenapa? Heran? Kata dia orang-orang New York itu baru bangun setelah jam dua
belas siang.
ANEN
(SAMBIL MELIHAT JAM
TANGANNYA) Sekarang masih jam sepuluh.
BI ATANG
Di samping itu, ia
juga sangat sibuk, sibuk sekali, anak itu sibuk bukan main sejak ia pulang. Ia
berpuluh kali mengadakan pesta selamat datang. Di mana-mana, dan tamu-tamu
tiada hentinya ke luar masuk, anak itu betul-betul bikin pusing orang tua!
ANEN
(BERTAMBAH SEDIH)
Kalau begitu … tolong katakana saja kepadanya, bahwa saya telah datang ke mari,
… untuk … untuk … mengucapkan selamat datang. Oh ya, tolong juga berikan bunga
ini kepadanya.
BI ATANG
(MENERIMA BUNGA) Tapi
kau jangan pergi dulu, Nen. Tunggu sebentar!
ANEN
(MANGGUT) Begini Bi,
tadinya saya ingin ketemu sama Ikah, tapi kalau ia baru bangun setelah jam dua
belas siang, yah …
BI ATANG
(BERGEGAS-GEGAS) Ia
akan bangun sekarang juga dan akan bertemu dengan kamu Nen! Kenapa ia mesti
belagu betul? Kamu sama diakan sama-sama dibesarkan di kampung ini! Duduklah Bibi
mau membangunkan dia!
ANEN
Wah jangan Bi, jangan
diganggu, biar saja. Lagi pula saya datang ke sini lain hari.
BI ATANG
Sudah! Kamu tunggu
saja di sini. Ia malah akan senang sekali bisa ketemu teman lama waktu kecil.,
dan ia ingin sekali secara pribadi mengucapkan terimakasih atas pemberian
bungamu ini. (MEMPERHATIKAN DAN MECIUM BUNGA ITU) Ah … alangkah indahnya buket
bunga ini Nen, pasti mahal sekali harganya! (MENGERILIKKAN MATANYA DAN MASUK KE
DALAM)
ANEN
(SAMBIL DUDUK) Ah itu
bukan apa-apa, Bi Atang!
BI ATANG
(TERTAWA DAN
TIBA-TIBA BERHENTI DI PINTU) Oh, ya Nen …
ANEN
Ada apa, Bi?
BI ATANG
Di depan dia nanti,
kamu jangan manggil aku Bi Atang, ya!
ANEN
Lho, memangnya
kenapa, Bi?
BI ATANG
Si Ikah tidak suka
aku dipanggil Bi Atang, kampungan! Katanya, aku harus mengatakan kepada setiap
orang supaya mereka memanggilku Nyonya Aldilla, dan katanya lagi, panggilan itu
lebih beradab daripada Bi Atang. Maka dari itu, khususnya kalau di muka si Ikah
kamu harus memanggilku Nyonya Aldilla, paham?
ANEN
Baik Bi Atang … eh
maksud saya Nyonya Aldilla!
BI ATANG
Tunggu sebentar saja
yah, aku mau memanggil Ikah. (MASUK)
ANEN
(MENARIK NAFAS)
Hhhhhhhh! Ada-ada saja. Dasar orang kampung …!
BI ATANG
(TIBA-TIBA MUNCUL
KEMBALI) Oh ya, Anen aku hampir lupa.
ANEN
Astaga. Ada apa lagi
Bi Atang? Eh Nyonya … Nyonya siapa tadi?
BI ATANG
Nyonya Al – dil –
lla.
ANEN
Oh ya, ada apa Nyonya
Aldilla?
BI ATANG
Kamu jangan memanggil
Ikah itu dengan “Ikah”.
ANEN
(BINGUNG) Lalu harus
memanggil si Ikah dengan apa saya?
BI ATANG
Kamu harus
memanggilnya dengan Francesca.
ANEN
Fransisca.
BI ATANG
Bukan, bukan
Fransisca, tapi Fran – ces – ca.
ANEN
Tapi … kenapa mesti
Francesca, Nyonya?
BI ATANG
Sebab, katanya, semua
orang-orang di New York memanggilnya Francesca, begitulah cara semua orang
Amerika mengucapkan namanya, dan ia menginginkan semua agar orang sini pun
mengucapkannya demikian. Katanya nama itu kedengarannya begitu “ci –ci”,
seperti orang Italia. Oh ya kamu tahu, bahwa di New York banyak orang
menyangkanya berasal dari Italia? … Seorang Italia dari California, katanya,
oleh karena itu, hati-hatilah dan ingat jangan memanggilnya Ikah, ia benci nama
itu. Panggilah dia Francesca, biar dia girang.
ANEN
(MENJATUHKAN DIRINYA
DI KURSI) Baiklah Nyonya Al – dil – llaaaaaaaaaa
BI ATANG
(HENDAK MASUK)
Sekarang tunggulah di sini selagi aku memanggil Francesca. (TIBA-TIBA PINTU
DEPAN DIKETUK ORANG) Eh … busyet deh tamu lagi!
ANEN
(BANGUN MENUJU KE
PINTU) Biarlah saya yang membukanya Nyonya Aldilla.
BI ATANG
Katakana saja kepada
mereka supaya menunggu!
(KETIKA PINTU DIBUKA,
OTONG MASUK DAN MATANYA MELIHAT ANEN, IA SEGERA MEMELUK ANEN. DAN MEREKA
BERPELIKKAN SAMBIL KETAWA BERDERAI)
ANEN
Elu Tong, gue kira
siapa? (MEREKA SALING MEMUKUL PERUT)
OTONG
(KETAWA) Kunyuk loe!
ANEN
(KETAWA DAN MEMUKUL
PERUT OTONG) Kebo loe!
OTONG
Bangsat, udah kaya
loe sekarang ya?
ANEN
Kaya bapak moyang
loe, lihat dong pakaian loe itu, kayak tambang emas (MEREKA KETAWA) Berapa kios
nih loe sikat habis?
OTONG
Ho ho hoy, tunggu
dulu, elu yang dicari polisi kemarin?
ANEN
Nggak mungkin, elu
kali gua kan udah lama tobat!
OTONG
(SAMBIL MENEPUK BAHU
ANEN DAN BERJALAN BERKELILING SEPERTI BARIS) Minggir! Minggir! Kasih jalan buat
jagoan Jelambar! Kalo bandel gue tembak. Dor! Dor! Dor! … ha … ha … ha … hoy!
ANEN
(SAMBIL MENDORONG
OTONG DAN MENGELUARKAN ROKOK) Wah … menyenangkan betul kita bisa ketemu lagi
ya? Kita jadi anak-anak kembali. Ayo mari merokok!
OTONG
(MENGAMBIL ROKOK) Aku
kira kau masih di Karawang, Nen!
ANEN
Memang masih di sana
Tong, aku ke sini cuma mau ngasih selamat sama si Ikah, diakan baru pulang dari
luar negeri.
OTONG
(MEREKA MENYALAKAN
ROKOK) Tapi aku dengar ada sesuatu yang tidak baik menimpa anak itu.
ANEN
(DUDUK) Akupun begitu
juga, agak gawat katanya.
OTONG
(DUDUK) Kata
orang-orang dia agak saraf, apa betul ya?
ANEN
(GELISAH) Ah enggak,
itu sih omongan sentiment saja, yang betul sih dia baru pulang dari New York.
OTONG
Lalu ngapain dia
jauh-jauh pergi ke sana?
ANEN
Anu, belajar,
katanya.
OTONG
Belajar apa? Kuliah?
ANEN
Bukan, anu, belajar
menata rambut dan kecantikan. Ia malah sudah dapat ijazah.
OTONG
Wah … hebat dong si
Ikah sahabat kita yang tersayang itu.
ANEN
Tapi, maaf-maaf nih
ya. Namanya sekarang bukan Ikah lagi, tapi Francesca.
OTONG
Fran – ces – ca?
ANEN
Nona Jelambar itu
sekarang sudah jadi seorang nona New York, teman lama kita Ikah sekarang telah
jadi seorang gadis Amerika yang modern.
OTONG
Si Ikah? (ANEN
MENGANGGUK) Seorang Amerika? (ANEN MENGANGGUK) Yang bener lu! Jangan bikin aku
ketawa, aku kan tahu sejak dia masih suka jualan kue apem di kampung ini?!
BERDIRI MENIRUKAN ANAK PEREMPUAN JUAL APEM) Apem … ! Apeeemm! Apemmmm! Apemmm!
Ayo siapa mau jangan bungkam!!!
ANEN
(TERTAWA) Kau ingat
waktu dia didorong keselokan?
OTONG
(TERTAWA) Ia
mengejar-ngejar kita sepanjang jalan bukan?
ANEN
Dan roknya basah
kuyup kena lumpur, juga anunya!
OTONG
Dan bagero, anak itu
pandai sekali, berantem!
(TERDENGAR PINTU
DEPAN DIKETUK ORANG, OTONG SEGERA MEMBUKANYA DAN DARI LUAR FATIMAH MASUK, DIA
ANAK GADIS SEORANG YANG CUKUP KAYA).
FATIMAH
Lho! Kok kamu ada di
sini, Tong?
OTONG
(SAMBIL MERENTANGKAN
TANGANNYA) O … Fatimah, gadisku semata wayang.
FATIMAH
(MEMELUK DAN MASUK)
Lho! Anen juga! Apa-apaan ini? Memangnya sekarang ada reuni anak-anak
berandalan dari Jelambar?
OTONG
Kami kumpul di sini
untuk menyambut seorang wanita terhormat yang baru datang dari New York.
FATIMAH
Oh ya? Aku juga, apa
dia ada di rumah?
ANEN
Bi Atang sedang
mencoba membangunkannya.
FATIMAH
Membangunkannya?
Busyet! Apa tengah hari begini dia masih bermimpi?
BI ATANG
(MUNCUL DARI DALAM)
Tidak, dia sudah bangun dan sekarang sedang berpakaian, oh ya selamat pagi
Fatimah, selamat pagi Otong.
(OTONG DAN FATIMAH
SALING BERPANDANGAN. DENAGN MUKA LESU IA MENATAP BI ATANG YANG MEMBAWA VAS
BUNGA KIRIMAN ANEN TADI. DAN BI ATANG DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH BERJALAN MELINTASI
RUANGAN ITU YANG SEKETIKA MENJADI SUNYI DAN TIBA-TIBA OTONG BERSIUL DENGAN
KURANG AJAR MENGGODA BI ATANG)
BI ATANG
Bagaimana Otong,
Fatimah? Dibilang selamat pagi kok pada bengong, dan mengapa melihat aku dengan
pandangan seperti itu?
FATIMAH
Ini Bi Atang atau
siapa?
BI ATANG
Astagfirullah! Siapa
lagi kalau bukan? Apa kalian sudah tidak bisa mengenal makhluk ini lagi? Ini
kan Bi Atang, penduduk asli Jelambar yang terkenal itu! (MENJATUHKAN DIRI DI
KURSI).
ANEN
Oh ya Tong, sekarang
Bi Atang tidak boleh dipanggil Bi Atang, dia mau supaya kita memanggilnya
Nyonya Aldilla.
OTONG + FATIMAH
Nyonya Aldilla?
BI ATANG
(MALU) Ah … kamu kan tahu
sendiri, Nen. Bukan Bibi yang menginginkan panggilan itu. Tapi si Ikah, oh
Francesca, oh ya ia senang sekali dengan bunga-bunga ini Nen, dan katanya ia
mengucapkan banyak terimakasih atas kirimanmu ini. (MELIHAT FATIMAH). Dan kamu
Fatimah, kalau tidak berhenti menganga begitu, aku cubit pantatmu!
FATIMAH
(TERTAWA) Wah … nggak
mau, Bibi kan sering mencubit pantat saya sejak kecil dulu.
BI ATANG
Habis kamu nakal sih,
setiap laki berantem sama si Ikah, kalian ini memang gerombolan anak nakal.
(MENUNJUK OTONG) Apalagi makhluk yang ini, kalau Bibi meleng sedikit, mangga di
belakang habis deh dicolong!
OTONG
(MELONJAK) Mari
Fatimah! … mari kita curi mangga Bi Atang!
BI ATANG
Ayo! Coba saja kalau
berani! Lariku ini masih secepat dulu lho, lihat saja nanti bagaimana aku
membekuk kamu dan mencopot celanamu!
OTONG
(SAMBIL MEMANDANG
CELANANYA) Wah … tidak apa-apa, sekarang saya pakai ikat pinggang Nyonya Al-
dil – laaaaaaaaaaaa … !
BI ATANG
Wah … dasar bajingan,
mari ikut aku ke dapur!
OTONG
Lho, mau apa? Mau membuka
celana saya?
BI ATANG
Bukan blo – on! Aku
minta tolong sesuatu.
FATIMAH
Eh … Bi Atang, jangan
repot-repot kami kan bukan tamu, dan belum lapar.
BI ATANG
Jangan kuatir, Bibi
mana mau ngasih makan kalian, Cuma sekedar air jeruk saja. Aku menyediakan buat
Ikah, sebab kalau pagi-pagi ia tidak makan apa-apa. Katanya, di New York tidak
ada seorang pun yang sarapan pagi-pagi, mari ikut Otong!
(BI ATANG DAN OTONG
MASUK, TINGGAL ANEN DAN FATIMAH YANG TERDIAM BEBERAPA SAAT. ANEN DUDUK, FATIMAH
BERDIRI DI BELAKANG SOFA)
FATIMAH
Bagaimana Anen?
ANEN
Seharusnya kau jangan
datang hari ini Fat.
FATIMAH
Kenapa tidak boleh?
ANEN
Aku masih belum
bicara dengan Ikah.
FATIMAH
Kau belum bicara sama
Ikah? Bangsat! Aku kira tadi malam kau sudah bicara di sini!
ANEN
Aku kehilangan
keberanian dan tadi malam aku tidak ke sini.
FATIMAH
Oh … Anen … Anen!
ANEN
(TERSINGGUNG DAN
MENIRUKAN GAYA FATIMAH) Oh … Fatimah … Fatimah! Pakai otak Fatimah! Setiap
orang akan menglami kesulitan seorang lelaki yang harus memutuskan
pertunangannya, itu bukan sebuah hal yang biasa, dan … ya Tuhan … itu bukan
soal gampang.
FATIMAH
(MENYERANG) Kamu
mencinati si Ikah atau aku?
ANEN
Tentu saja aku
mencintaimu, Fatimah, kitakan sudah bertunangan juga.
FATIMAH
(GETIR) Iya, dan
kamupun bertunangan pula dengan si Ikah!
ANEN
Tapi itukan setahun
yang lalu!
FATIMAH
(MARAH) Dasr
laki-laki! Bajingan! Anjing hutan kau! (PERGI).
ANEN
(BANGKIT DAN
MENGIKUTI) Fatimah! Kamu kan tahu kalau hanya engkau yang tercinta!
FATIMAH
(BERBALIK) Lalu
kenapa kamu berani-beraninya meminangku padahal kau sudah bertunangan dengan si
Ikah?!
ANEN
(MENYESAL) Ah …
seharusnya aku tidak usah mengatakannya kepadamu dan inilah akibat aku terlalu
jujur kepadamu!
FATIMAH
Apa? Jujur? Kamu
menganggap dirimu jujur heh? Jujurkah kamu yang memancing-mancing aku jatuh
cinta kepadamu sedang kamu masih menjadi milik si Ikah?!
ANEN
Aku … aku kira, aku
sudah bukan menjadi milik Ikah lagi pula pertunangan kami itu hanyalah
pertunangan pribadi yang rahasia saja sifatnya, aku meminangnya tepat sebelum
dia pergi ke New York, dan dia sendiri bilang bahwa pertunangan itu harus
bersifat rahasia sampai sekembalinya ia dari Amerika. Tetapi, setelah beberapa
bulan ia berada di sana, surat-suratpun tak pernah dibalasnya lagi, oleh karena
itu kuanggap diriku telah bebas.
FATIMAH
(MENGGERUTU) Lalu kau
meminang aku?
ANEN
(MEMBELA) Lalu aku
meminang kau …!
FATIMAH
Dan kemudian
menyuruhku merahasiakan pertunangan kita ini bukan?
ANEN
Karena segera sesudah
pertunangan kita, aku mendengar kabar bahwa Ikah telah pulang dari Amerika.
FATIMAH
Aku tidak tahan
bertunangan dengan kau kalau caranya begini, lalu apa gunanya bertunangan kalau
tidak boleh diumumkan kepada orang lain.
ANEN
Berilah sku
kesempatan sekali saja berbicara dengan Ikah, untuk menjelaskan duduk perkara
sebenarnya. Sesudah itu kita akan mengumumkan pertunangan kita.
FATIMAH
Tetapi lekaslah, aku
sudah tidak sabar lagi.
ANEN
Tapi, sulit,
bagaimana aku bisa membicarakannya dengan dia sekarang ini?
FATIMAH
Kenapa?
ANEN
Sebab kau dan Otong
ada di sini, dan tentunya kau tidak mengharapkan agar aku menampik Ikah di muka
umum bukan?
FATIMAH
Kau ingin aku dan
Otong pergi?
ANEN
Tidak … tidak usah,
hanya berilah aku kesempatan untuk bicara dengan Ikah barang sebentar saja.
FATIMAH
Baiklah, tentang
Otong serahkan saja kepadaku.
ANEN
Baiklah.
(OTONG MUNCUL DARI
DALAM DENGAN BAKI YANG BERISI BEBERAPA GELAS DAN TEMPAT AIR DI ATAS KEPALANYA)
OTONG
(BERPUTAR-PUTAR
MENIRUKAN IKAH JUAL KUE) Appeeemmm … apemmm … apemmmnya siapa mau …jangan
bungkemmmmmmm … !!!
(BI ATANG MUNCUL
MEMBAWA ROTI-ROTI KECIL)
BI ATANG
Para tamu sekalian,
mohon perhatian … Ikah akan segera tiba kehadapan kalian, tetapi ia lebih suka
dipanggil Francesca!
(IA MENYISIH KE
SAMPING, IKAH MUNCUL, IA MENGENAKAN GAUN YANG MENGESANKAN DIHIASI KULIT
BINATANG BERBULU PADA LEHERNYA. SEBELAH TANGANNYA MENGAYUN-AYUNKAN SEHELAI SAPU
TANGAN SUTRA YANG SELALU DILAMBAI-LAMBAIKAN APABILA BERJALAN ATAU BICARA TANGAN
LAINNYA MENJEPIT PIPA ROKOK YANG PANJANG, DENGAN ROKOKNYA YANG BELUM DINYALAKAN
DAN INILAH GAYA HOLLYWOOD YANG GILA ITU)
IKAH
(SETELAH BERHENTI
CUKUP LAMA DI MUKA PINTU, IA LALU MENGANGKAT TANGANNYA DENGAN SIKAP TERCENGANG
DAN GIRANG HATI) Oh … halloo, halloo teman-temanku sayang …! (IA MELUNCUR KE
TENGAH DAN SEMUA TERBELALAK KEHERANAN MENYAKSIKAN PEMANDANGAN INI) Hallooo …
Fatimahku saying, betapa jelitanya kau sekarang ini! (MENCIUM FATIMAH) Dan
Anen, teman kecilku yang manis, bagaimana kabarmu sekarang ini? (MENGULURKAN
TANGANNYA TAPI ANEN DIAM SAJA) Dan kau Otong, aduuh, aduuuuh betapa menariknya
engkau sekarang ini anak nakal! (MENCUBIT OTONG DAN IA MENGELILINGI OTONG
NAMPAK KETAKUTAN) Ci – ci … ! Kau dengan pakaian begini ini sungguh-sungguh
laksana produser super dari Jelambar dalam tata warna yang indah dari warna
aslinya! Ayo teman-temanku tersayang, silahkan duduk … duduklah kalian dengan
baik, biar aku bisa melihat kalian dengan sejelas-jelasnya. (KETIKA KETIGA TAMU
ITU DUDUK, DILIHATNYA BAKI DENGAN GELAS-GELAS DI ATAS MEJA, LALU IA MENGAYUNKAN
TANGANNYA MENGERIKAN TETAPI NAMPAK MENYERAMKAN) Oh … Mamie, Mamie!!
BI ATANG
Ada apa saying?
IKAH
Berapa kalikah harus
aku katakana, Mamieku malag, bahwa sekali-kali jangan menghidanglkan air
buah-buahan dengan gelas air biasa?
BI ATANG
Tapi … aku tidak bisa
menemukan gelas-gelas tinggi pesananmu itu.
IKAH
(MENGHAMPIRI BI ATANG
DAN MENCIUMNYA) Oh Mamieku malang … (KEPADA BI ATANG) Ia begitu canggung bukan?
Tapi tak apalah saying, jangan bersedih hati mari, duduklah bersama kami.
BI ATANG
Oh tidak usah, tidak
usah, terimakasih anak Mamie, aku harus pergi ke pasar.
IKAH
Oh ya? Jangan lupa
daun seledriku itu ya Mam? (KEPADA BI TETAMU) Terus terang, aku tak dapat hidup
tanpa seledri, maklum baru datang dari Amerika. Aku ini bagai kelinci saja,
memamah terus sepanjang hari.
BI ATANG
Nah, anak-anakku,
maafkan aku harus meninggalkan kalian sebentar, dan Anen, jangan lupa salamku
buat ibumu! (MASUK)
IKAH
Dan jangan lupa
Mamie, dengan sedikit olesan pada bibir, sedikit olesan pada pipi.
BI ATANG
(BERBALIK) Aduh Ikah,
haruskah aku … ?
IKAH
Apa? Ulangi lagi
Mamieku malang … !
BI ATANG
Haruskah aku yang
sudah keriput ini memakai gincu, Francesca?
IKAH
(TERTAWA LALU
MENGALIHKAN PANDANGAN KEPADA TETAMU) Tetapi … betapa mengerikannya ia
memberikan gambaran tentang make up itu. Oh Mamieku malang, lalu apa yang harus
aku perbuat kepadamu sekarang?
BI ATANG
(KE LUAR) Baiklah …
baiklah aku menyerah, lihat mengerikan bukan?
IKAH
(SETELAH BI ATANG
PERGI) Mmieku malang, ia ternyata menjadi masalah yang agak pelik juga bagiku.
(MELAMBAIKAN PIPA ROKOKNYA) Ow adakah di antara kalian yang memiliki korek api?
(OTONG SEGERA MELOMPAT DAN MENYALAKAN KOREK APINYA)
IKAH
(SETELAH MENYALAKAN
ROKOKNYA) Merci!
OTONG
Hah?
IKAH
M e r c i, kataku.
Artinya terimakasih, itu bahasa Perancis.
OTONG
(SAMBIL DUDUK)
M-e-r-c-I … !
9IKAH DUDUK DI LENGAN
SOFA, IA MENGAMBIL GELAS DAN MEMINUM DENGAN GAYANYA)
FATIMAH
Ceritakanlah kepada
kami tentang New Yorkmu itu Francesca. Kami ingin sekali mendengarnya.
IKAH
(PENUH SUKA CITA) Ah
… New York, New York impianku … !
ANEN
Berapa lama kau
tinggal di sana Francesca?
IKAH
(SEPERTI KESURUPAN)
10 bulan, 4 hari, 7 jam, dan 20 menit.
OTONG
(KEPADA TETAMU) Dan
ia masih berada di sana juga hingga sekarang, juga mimpi-mimpinya!
IKAH
(PENUH EMOSI) Benar,
aku merasa seolah-olah diriku ini masih berada di sana. Seakan-akan aku tak
pernah pergi meninggalkannya, seakan-akan aku telah hidup di sana seumur
hidupku, oh New Yorkku tapi kalau aku melihat kesekitarku ini (IA MELIHAT
KESEKITAR DENGAN GETIR) aku baru sadar, bahwa bukan, bukan aku masih di sana,
aku tidak lagi berada di New York, tapi disebuah kampung yang kotor dan udik,
Jelambar … ! (TIBA-TIBA IA BANGUN DAN PERGI KE JENDELA DAN MEMANDANG KE LUAR)
Aku berada di rumahku yang dulu, kata orang-orang di rumah, tapi yang manakah
sesungguhnya rumah itu bagiku? Yang manakah tempat tinggal pantas untukku?
Karena di sini aku senantiasa dirundung malang terus menerus. Aku rindu
senantiasa rindu kepada rumahku yang sungguh-sungguh rumah yang pantas bagiku,
New York! Aku di sini merasa terasing, bahkan diasingkan oleh kelompok orang yang
pernah mengerti aku yang sesungguhnya dan inilah pengasingan rohaniah itu,
jiwaku sakit setiap kali aku merindukan rumahku nun di seberang lautan sana, oh
… New Yorkku tersayang … ! (IA TERDIAM DAN MEMANDANG KAKI LANGIT DENGAN KEDUA
TANGANNYA BERPANDANGAN TAK MENGERTI).
FATIMAH
(KEPADA
TEMAN-TEMANNYA) Ah … kukira kita ini tak seharusnya berada di tempat ini,
kawan-kawan, kita ini asing bagi nona New York yang luar biasa ini.
ANEN
Benar katamu,
seharusnya kita tidak mengganggu mimpinya yang amat edan ini.
OTONG
Kalau begitu,mari
kita ke luar saja dari sini, tapi secara diam-diam.
FATIMAH
Dan biarkanlah dia
terus mengoceh dengan segala macam impian-impiannya.
ANEN
(SAMBIL MEMPERHATIKAN
IKAH) Apa anak gadis ini sungguh-sungguh Ikah yang dulu jualan apem itu? Aku
pikir dia ini Ikah jadi-jadian.
OTONG
(MENIRUKAN GAYA IKAH)
Oh New yorkku saying … ! oh New Yorkku tersayang … !
IKAH
(SAMBIL JALAN
PUTAR-PUTAR) Dengar … dengarlah kata-kataku ini sahabat-sahabatku yang udikan …
! sekarang ini New York musim semi … musim semi jatuh di New York!
Bunga-bungaan baru saja bermunculan aneka warna di Central Park. Di Staten
Island, rumput-rumputan menghijau bak permadani. (TERTAWA KECIL) Oh … kami
mempunyai kebiasaan lucu di New York,
aduuh lucunya! Suatu kebiasaan yang sudah sangat tua sekali dan menyenangkan.
Apabila musim semi tiba setiap tahun, kami orang-orang New York yang terkenal
itu pergi kesebuah pohon tua yang tumbuh dekat meriam, semacam ziarah,
katakanlah begitu, dan itulah satu-satunya pohon yang tumbuh sejak New York itu
bernama New York, dan kami orang-orang New Yorkyang menyebut pohon terkenal itu
“pohon kita”. Setiap kali musim semi tiba, kami pergi ke tempat itu untuk
mengucapkan selamat kepada pohon kita itu, sambil berjaga-jaga menantikan
bertunasnya helaian daun hijau yang pertama kali, dengan begitu, pohon itu
telah menjadi lambing bagi kami, tentang New York yang terkenal itu. Ia tak
pernah mati. Ia senantiasa abadi tumbuh dan tumbuh dengan setianya (IA TERSADAR
DAN TIBA-TIBA TERSADAR DARI MIMPINYA) Tetapi maaf, maafkan aku kawan-kawan, aku
telah menuruti perasaanku saja. Dan pikiranku terlalu jauh menerawang kepada
hal-hal yang tak mungkin bisa kalian bayangkan sebagai orang Jelambar. Tidak
pasti kalian tidak akan bisa merasakan bagaimana perasaanku terhadap pohon kita
yang kini berada nun jauh di sana, di seberang lautan.
FATIMAH
O … tidak, aku pasti
dapat merasakan perasaanmu itu. Bahkan aku bisa memahami emosi itu dengan
sepenuh hati. Aku juga punya perasaan yang sama terhadap “pohon kita” mu itu.
IKAH
(TAK MENGERTI) Pohon
apa?
FATIMAH
Pohon mangga kita
Ikah, apakah kau telah melupakannya? Dan bukankah engkau dan aku yang
senantiasa memanjatnya setiap hari dan mengerogoti mangga muda itu seperti
kalong? Dan yang sesudahnya senantiasa perut kita menjadi mules dan perut kita
mencret-mencret? Lalu kedua anak badung yang jahat ini datang mengganggu kita
dengan mengguncang-guncangkan dahan itu sehingga kita jatuh bergulingan di
rumputan?!
OTONG
Benar! Dan pernah
Bibi Atang menangkap aku ketika aku memanjat pohon itu dan ia menarik-narik
ujung celanaku sampai merosot dan tinggal anuku bergelantungan di atas pohon!
(TERTAWA).
ANEN
Iya, benar Ikah! Pada
waktu itu aku pun berada di atas pohon dan saking kerasnya aku tertawa,
sampai-sampai akupun terjatuh ke bawah pula.
FATIMAH
Betul, dan ketika
itupun Bi Atang mengejar-ngejar kamu berkeliling kebun sampai kamu tertangkap
dan kepalamu dipukulnya dengan gagang sapu sampai bocor, dan kamu
menjerit-jerit kesakitan.
OTONG
Dan aku sendiri, aku
tak bisa turun dari pohon itu, karena aku tak pakai celana.
FATIMAH
Dan aku serta Ikah
berguling-guling di rumputan karena melihat burungmu yang kocar-kacir! (MEREKA
TERTAWA TERBAHAK-BAHAK KECUALI IKAH YANG TERCENUNG MELIHAT TEMAN-TEMANYA ITU).
IKAH
Tetapi … tunggu,
pohon apa yang sedang kalian bicarakan ini?
FATIMAH
Pohon mangga kita,
Ikah. Pohon mangga ibumu yang tumbuh di halaman belakang rumah ini.
IKAH
(DATAR) O … pohon
itu.
ANEN
Kenapa Ikah? Apakah
perasaanmu itu tidak sama dengan perasaanmu terhadap pohon yang yang tumbuh di
New York yang terkenal itu?
IKAH
(SENGIT) Tentu saja
tidak monyong!
FATIMAH
Lho! Kenapa tidak?
IKAH
Kedua pohon itu jelas
berbeda! Beda sama sekali. Seperti langit dan bumi bedanya. Perasaanku tak
tergerak sedikitpun oleh pohon mangga kalian yang tua dan pander itu. Ia sama
sekali tak membangkitkan ingatan apapun dalam kenang-kenanganku!
FATIMAH
Justru sebaliknya.
Bagiku, pohon itu telah begitu banyak membangkitkan kenangan-kenangan masa
kecil yang mengharukan, dan kenangan-kenangan itu begitu membahagiakan dan
begitu mengesankan dalam kehidupanku kini. Setelah kita masing-masing dewasa
dan mampu berdiri sendiri! Sungguh! Aku sungguh-sungguh tak bisa melupakan
pohon mangga itu. Oleh karenanya, mari kita segera menjumpai pohon tua itu
untuk mengucapkan selamat kepadanya. (DENGAN MENIRU GAYA IKAH) Kau tahu Ikah,
di sini, di Jelambar, kami mempunyai sebuah kebiasaan lucu. Aduuuuuuh …
lucunya! Suatu kebiasaan yang sudah sangat, bahkan sangat tua sekali dan
menyenangkan. Kami, orang-orang Jelambar yang kampungan ini, seringkali pergi
mengunjungi pohon mangga yang tua dan pander di belakang rumah ini. Semacam
ziarah, katakanlah begitu. Dan itulah satu-satunya pohon mangga yang tumbuh di
rumah ini, sejak Jelambar bernama Jelambar. Dan kami orang-orang Jelambar yang
terkenal itu, menyebut pohon mangga tua dan pandir itu sebagai “pohon kita”.
Dengan begitu, pohon itu telah menjadi lambing bagi kami, tentang Bibi Atang
yang terkenal itu …
IKAH
(MENYELA) Jangan
sebodoh itu Fatimah! Kamu jangan menyama-nyamakan pohon kitamu itu dengan pohon
kitaku!
OTONG
Perhatikan, siapa
yang sedang bicara ini!
IKAH
(PUTUS ASA) Oh …
kalian sungguh-sungguh bebal. Kalian tak bisa mengerti sama sekali. Dan kalian
tidak bisa menghargai perasaanku terhadap pohon itu …
ANEN
Tentu saja tidak bisa
Neng! Kami kan belum pernah ke New York!
IKAH
(SUNGGUH-SUNGGUH)
Tepat! Justru itu sebabnya! Selama kalian belum pernah menginjakkan kaki-kaki
kalian yang buruk itu ke bumi New York yang suci murni itu, selama itu pula
kalian tidak akan, tidak akan mengerti nostalgia semacam itu. Sungguh … !
percayalah padaku, kalian tidak akan pernah mengerti! Sebab, bagiku, tidak
pernah menginjak persada New York, sama saja dengan tidak pernah hidup di dunia
ini! Pohon kami yang di New York itu … bukanlah sebuah permainan anak-anak,
atau untuk olok-olok kekanak-kanakan! Pohon itu telah ditakdirkan bagi segala
hal yang tinggi-tinggi dan indah. Bagi cara dan gaya hidup yang lebih
bersemangat dan lebih modern, yang lebih metropolitan dan lebih berani. Pohon
itu ditakdirkan bagi kemerdekaan umat manusia, dan bagi pencakar-pencakar
langit di Manhattan, bagi Copacabana dan bagi Coney Island dimusim panas. Bagi
makam Grant di Riverside Drive dan bagi Selasa-Selasa malam di Eddie Condons
bersama Will Bill Davidson yang asyik masuk dengan terompet mautnya. Dan bagi
malam minggu malam minggu di Madison Square Garden bersama berjubelnya
orang-orang yang melimpah ruah di kiri-kanan jalan. Dan bagi kebun binatang
Bronx, serta bagi Macys, dan bagi perahu tambang yang murah ke Staten Island.
Dan bagi pawai Hari st. Patrick di Fith Avenue. Dan bagi semua rumah-rumah
tinggal elite di Greenxch Village. Dan bagi teater-teater urakan Peter Brook
dan Sehechner di off Broadway dan off-off Broadeay! Dan bagi … (IA BERHENTI
DENGAN GETARAN DAN KENANGAN) Oh … bagi segalanya yang tak mungkinlah bagi
kalian untuk bisa membayangkan dan membandingkannya dengan kehidupan kalian di
Jelambar yang jorok ini!
ANEN
Tetapi aku tetap
lebih suka kepada, pohon mangga di sini.
OTONG
Aku juga, bagiku, aku
tak bisa melupakan kenangan-kenangan itu setiap aku membuka celanaku!
FATIMAH
Dan aku? Aku tak
pernah bisa melupakan burungmu itu Tong!
IKAH
(DENGAN TOLERANSI
SEORANG FIRST LADY) Oh, kalian ini anak-anak kampung yang lucu dan nakal-nakal!
FATIMAH
Tapi aku harus sungguh-sugguh
pergi dan mengucapkan selamat kepada pohon kami itu Ikah. Kau tak keberatan
bukan?
IKAH
O … tentu saja tidak
Nak, pergilah!
FATIMAH
Otong, kau mau ikut?
OTONG
(PENUH SEMANGAT) O …
tentu saja, tentu saja aku harus memberikan selamat kepadanya. Bahkan sampai ke
ujung duniapun aku akan ikut ke mana engkau pergi anakku … !
FATIMAH
(MENIRU GAYA IKAH) Ow
… ! tidak akan sejauh itu saying … ! Hanya ke belakang saja. Itulah tempat kita
yang begitu menakjubkan dan penuh kenangan. Tidak usah pergi keseberang lautan,
karena di sini … aduuuuuh … lucunya !
OTONG
(MENIRU GAYA IKAH) Oh
… halaman belakang rumah Jelambar! Bagiku, tak pernah menginjakkan kaki di
Jelambar ini, sama saja dengan tidak pernah hidup di dunia ini!
FATIMAH
Heh! Monyong! Mau ikut
enggak lu?
OTONG
Ke mana pun engkau
pergi juwitaku, gadis impianku, ke sanalah aku jadi buntutmu! (MEREKA MASUK)
IKAH
(SAMBIL DUDUK)
Kelihatanya si Otong kita itu masih juga begitu meluapnya mencurahkan rasa
cintanya kepada si Fatimah. (ANEN DIAM) Bngunlah Anen! Jangan seperti patung
Rodin begitu. Dan amboi … kenapa wajahmu begitu tampak menyedihkan?
ANEN
(SETELAH BERHASIL
MENGUMPULKAN KEBERANIANNYA) Ikah … justru aku tak tahu bagaimana aku harus
memulainya …
IKAH
Panggil saja aku
Francesca, itu sudah merupakan langkah pertama yang baik.
ANEN
Ada sesuatu yang
harus aku sampaikan kepadamu Francesca. Sesuatu yang sangat penting dan urgent.
IKAH
O … itu Nen. Tetapi
tidakah akan lebih baik apabila kita lupakan saja persoalan kita dulu?
ANEN
Melupakannya?
IKAH
Ya, itulah gaya New
York, Anen. Lupakanlah! Tidak ada sesuatu pun yang harus dihadapi dengan
berkerut-kerut dahi. Tidak ada sesutupun yang harus kita selesaikan secara
berlebih-lebihan. Kita jangan terlalu banyak membuang-buang waktu, karena di
Amerika bahkan hampir seluruh bagian muka bumi, kita telah dilanda krisis dan
energy. Oleh karenanya, mala mini, berikanlah seluruh hatimu dan seluruh
kejantananmu kepadaku, besok lupakanlah! Dan apabila kita berjumpa lagi,
senyumlah, berjabatan tangan dan anggaplah semua itu sebagai sebuah permainan
yang amat menyenangkan. Itulah gaya New York.
ANEN
Kau ini lagi ngomong
apa Fra-ces-ca?
IKAH
Anen, pada waktu itu
kau masih kekanak-kanakan. Aku belum dewasa, karena aku belum ditempa oleh
udara New York.
ANEN
Kapan?
IKAH
Ketika kau dan aku
bertunangan dulu. Sebab, sejak saat itu, sudah banyak sekali yang berubah pada
diriku, Anen.
ANEN
Tapi … itukan baru
saja setahun yang lalu?
IKAH
Bagiku satu tahun
seolah-olah sudah seabad, Anen, telah begitu banyak yang berubah dalam diriku
dan gaya hidupku. Lagipula, apalah artinya setahun? Atau apakah artinya
seseorang? Itu hanya istilah-istilah tentang waktu yang nisbi belaka. Dan
akanlebih banyak lagi yang akan menimpa dirimu yang akan merubah pribadimu
apabila kamu setahun saja tinggal di New York, disbanding dengan hidup kamu
seumur-umur di tempat lain, kau tahu kekasihku yang cupet, bahwa aku merasa
seakan-akan aku telah hidup lama sekali di New York, dan secara rohaniah, aku
masih tetap merasa sebagai penduduk Manhatton, hingga sekarang. Dan kau tahu,
ketika pertama kalinya menginjak Manhattan, aku merasa seakan-akan aku pulang
ke tanah air sendiri, karena di situlah kandangku yang sebenarnya, ow!
Dengarlah musim panas yang lalu itu, sungguh-sungguh panas … rasanya. Itulah salah
satu musim panas yang pernah kami alami, yang paling panas lalu aku pergi naik
sebuah bis kota bertingkat dua, hanya sekedar untuk mencari angin. Dan semua
orang dari Kalamazoo dan People dengan tempat-tempat lainnya yang semacam itu,
pergi berkeliaran di jalanan. Pelesiran, kau tahu, dan di situ, aku duduk di
puncak bis kota memandangi mereka ke bawah dan amat menyenangkan menyaksikan
etalase-etalase took yang gemerlapan. Dan akupun merasa amat bangga pula,
karena tokokulah yang mereka kagumi itu. Tapi aku merasa amat kasihan juga
kepada mereka, karena tempat tinggal mereka di pinggiran kota yang jorok serti
di sini.
ANEN
Sudahlah, stop saja
omonganmu itu. Aku tak ingin bicara tentang New York atau Manhattan. Aku mau
bicara tentang hubungan kita selanjutnya.
IKAH
Dan itulah yang tak
bisa kita lakukan. Anenku malang, karena kita tidak perlu lagi bicara soal masa
kecil yang tolol seperti itu.
ANEN
Kenapa tidak?
IKAH
Anen, kau telah
bertunangan dengan seorang gadis yang bernama Ikah. Nah, kau tahu gadis itu
kini telah tiada lagi. Dia sudah lama mati. Sedang yang kau hadapi sekarang ini
bukan Ikah, tapi Francesca! Mengerti?! Dan tahukah kau Anenku yang udik, bahwa
engkau kini adalah orang asing bagiku? Dan tahukah engkau jejaka Jelambar bahwa
aku merasa jauh … jauh lebih tua dari kamu?! Aku sesungguhnya adalah wanita
dunia dank au? Kau hanyalah seorang anak ingusan dari Jelambar yang tak tahu
kebersihan! (PAUSE) Tapi, aku tidak bermaksud untuk melukai hatimu, Anen, dan
kuharap kau bisa mengerti akan maksudku, bahwa kini tak ada lagi yang bisa kita
bicarakan tentang sebuah pertunangan antara kita dulu. Dan kau tahu, bahwa
bahwa kita tak akan bisa melangsungkan pernikahan kita, karena itu hanyalah
merupakan pemblestoran belaka. Bayangkan, bagaimana mungkin seorang penduduk
New York bisa menikah dengan seorang laki-laki dari Jelambar! Itu akan menjadi
sebuah lelucon dunia saja!
ANEN
(MARAH) Tapi, coba
kau lihat, sekelilingmu ini nona New York?!
IKAH
(SANGAT TOLERAN) Ow!
Maafkan jika aku telah melukai hatimu, Anen. Ucapan-ucapan tadi, hanyalah
didorong oleh keinginan baik dari lubuk hatiku, agar anda tidak mempunyai
pikiran yang bukan-bukan tentang bahwa aku masih tetap bertunangan dengan anda.
ANEN
(BANGKIT) Bangsat!
Aku duduk di sini bukannya untuk dihina dicaci maki seperti itu nona gatal!
IKAH
Excuse me mister
Anen! Maaf janganlah berteriak-teriak begitu, janganlah menjadi orang yang
lekas naik darah, karena itu sama sekali tidak beradab bagi seorang modern.
Setidak-tidaknya bagi mereka yang tergolong high mociety, bagi orang-orang
intelektual, tindakan semacm itu adalah tindakan barbar.
ANEN
(KERAS) Lalu apa yang
kau harapkan dariku ini babi?! Tersenyum dan mengucapkan terimakasih atas
penghinaanmu yang kelewatan itu miss kobelan?! PU AH! …
IKAH
Tersenyum? Memang
begitu seharusnya mister Anen, jadikanlah itu senda guraumu. Tersenyumlah dan
mari berjabat tangan sebagai seorang kamerat setia, bukanlah demikian
seharusnya?! (ANEN DIAM DENGAN GERAM) Tabahlah, Anen … lupakanlah itulah gaya
New York, dan carilah gadis lain yang sesuai dengan peradaban kamu. Sebagaimana
kata-kata orang Brooklyn, masih banyak pacar-pacar lain, kau akan segera
menemukan gadis lain … seseorang yang cukup menyamai kebiadabanmu.
ANEN
(SAMBIL MENGEPALKAN
TINJUNYA) Setan! Seandainya kau bukan perempuan seandainya kau bukan … sudah ku
… sudah ku ... !
OTONG DAN FATIMAH
MUNCUL)
OTONG
Jangan Anen, jangan
sekali-kali memukul perempuan!
FATIMAH
Apa artinya semua
ini?
IKAH
Oh … never mind,
never mind, taka pa-apa sama sekali dia hanya mengulang pengalaman masa kecil.
OTONG
Lalu apa yang sedang
kalian pertengkarkan barusan?
IKAH
(TERSENYUM) O … kami
tidak bertengkar, Anen dan aku baru saja memutuskan untuk berteman baik saja,
tidak lebih dari itu.
FATIMAH
Benar, Anen?
ANEN
(GEMAS) Benar!
FATIMAH
(GIRANG) Wah, bagus!
Sekarang sudah tiba saatnya kita umumkan kepada mereka, Anen!
IKAH
Pengumuman apa Fat?
OTONG
(BINGUNG) Lho … lho …
lho, apa-apaan ini?
FATIMAH
(MENGGANDENG ANEN)
Anen dan aku sudah bertunangan!
IKAH
(BANGKIT SERENTAK)
Apa? Bertunangan?
OTONG
Ber-tu-na-ngan?!
FATIMAH
Benar, kami telah
melangsungkan pertunangan kami secara diam-diam sejak sebulan yang lalu.
IKAH
Sebulan? (MARAH
KEPADA ANEN) Bngsat! Kenapa kau … kenapa kau … !
ANEN
(MUNDUR) Tapi … aku
telah berusaha menjelaskan semuanya kepadamu Ikah, dank au sendiri … kau
sendiri …
IKAH
(MENJERIT) Biadab
kau!
FATIMAH
Hah! Awas! Jaga
mulutmu Ikah! Kau bicara dengan tunanganku!
IKAH
Dia bukan tunanganmu!
FATIMAH
Lho … kenapa bukan?
IKAH
Dia bukan tunanganmu!
Bukan karena dia masih bertunangan denganku waktu kalian bertunangan!
FATIMAH
Tidak! Dia sudah
tidak bertunangan lagi dengan kau! Baru saja kau sendiri yang mengatakannya
kepada kami!
IKAH
(MENYESAL) Iya … tapi
itu karena kau belumtahu duduk perkaranya. Aku tidak tahu tentang penghianatan
ini! Ci! Tidak tahu mana bertunangan dengan kau padahal dia masih bertunangan
dengan aku! Perempuan tidak tahu diri! Perempuan murahan! Apa aku tak boleh
menolak apabila seorang lelaki yang aku cintai mencintai temannya pula?!
(MENDEKATI ANEN) Dan kau! Bangsat! Jahanammmm!
ANEN
(MUNDUR LAGI, LALU
MENIRUKAN GAYA IKAH) Excuse miss Francesca, maaf janganlah berteriak-teriak
begitu, janganlah menjadi orang yang lekas naik darah, karena itu sama sekali
tidak beradab bagi seorang modern, setidaknya bagi mereka yang tergolong high
society, bagi orang-orang intelektual, tindakan itu semacam tindakan barbar!
IKAH
(MENANGIS) Oh … aku
tak pernah merasa terhina seperti ini selama hidupku! Kamu binatang! Aku hajar
kamu yang berani-beraninya menghina aku!
FATIMAH
(MEMANDANGI IKAH)
Ikah! Aku peringatkan kepadamu! Jangan ganggu dia! Dia adalah tunanganku!
IKAH
Dan aku peringatkan
kepadamu! Dia adalah tunanganku sebelum aku putuskan hubunganku dengannya! Dan
aku belum memutuskannya! Mengerti?!
FATIMAH
Seharusnya kau malu
kepada dirimu sendiri Ikah! Kenapa kau tak rela menyerahkan orang lain yang tak
berguna bagi dirimu sendiri dengan baik-baik?
IKAH
Seharusnya kaulah
yang harus malu kepada dirimu sendiri, merebut tunangan orang di belakang
punggungnya!
FATIMAH
(MAJU) Apa? Apa
katamu?!
ANEN
(DARI JAUH) Otong!
Tolonglah! Pisahkan mereka itu!
IKAH
(KETIKA ORANG
MENDEKAT) Diam kau! Kau jangan ikut campur urusan ini! Atau aku kemplang otak
kepalamu!
OTONG
Busyet! Dasar
anak-anak Jelambar! Main kemplang aja bisanya!
FATIMAH
Cewek nggak tahu
malu!
IKAH
Elu yang nggak tahu
malu! Ngerebut gacoan orang!
FATIMAH
Apa loe bilang?! Gue
jambak loe!
(MERKA BERGULAT
SALING JAMBAK DAN SALING PUKUL DENGAN MAKI-MAKIAN OTONG DAN ANEN BERSUSAH PAYAH
MEMISAHKAN MEREKA. DAN AKHIRNYA MEREKA TERLEPAS SETELAH IKAH BERHASIL MENAMPAR
FATIMAH, LALU DENGAN MARAH FATIMAH MERONTA DARI GENGGAMAN ANEN IA BERHASIL
MENCAKAR IKAH YANG DIPEGANG OTONG FATIMAH TERLEPAS DAN MEMUKUL IKAH SAMPAI
ROBOH, ANEN MEMBURU TETAPI TERLAMBAT, LALU ANEN DENGAN MARAH MERENGGUT FATIMAH
DENGAN KERAS)
FATIMAH
Habis dia yang
memukul duluan!
ANEN
Lihat tuh! Apa yang
telah kau perbuat padanya itu?!
(OTONG MEREBAHKAN
IKAH DI KURSI)
FATIMAH
Pasti membela dia!
Selalu membela dia! Tak pernah bela aku laki-laki macam apa itu!
ANEN
Diam! Tutup mulutmu!
FATIMAH
Aku benci! Aku benci
kau! Akubenciiiiii … !!!
ANEN
Tutup mulut kataku!
Atau kuremas-remas mulutmu nanti!
OTONG
(MELIHAT FATIMAH LALU
MENINGGALKAN IKAH DAN MEMBURU ANEN) Kau jangan gila! Jangan seenaknya saja sama
Fatimah!
ANEN
Diam! Kau jangan
turut campur! Ini urusan pribadi!
FATIMAH
Lihat! Otng lebih
ksatria dari pada kau! Dia mau membelaku.
OTONG
(KEPADA ANEN) kau
jangan coba-coba sentuh Fatimah, yah!
ANEN
Aku bilang kau jangan
ikut campur bangsat!
OTONG
Apa? Rasain nih! (MEMUKUL
ANEN SAMPAI RUBUH)
FATIMAH
(BANGKIT DAN MEMELUK
OTONG) Otong … ! kau telah menyelamatkan aku. Kau baik sekali! Kau … (MENANGIS)
(SEMENTARA ANEN JATUH
IKAH LALU BANGKIT DAN BERLUTUT DI SAMPING ANEN)
IKAH
(MENANGIS) Anen!
Anen! Kamu tidak apa-apa bukan? Bukalah matamu! Aku cinta padamu … !
ANEN
(BANGKIT LALU
MENYINGKARKAN TANGAN IKAH) Pergi! Pergi! Jangan sentuh aku lagi!
(IKAH DENGAN
ANGKUHNYA BANGKIT DAN PERGI KE JENDELA, ANEN DUDUK DI LANTAI DAN TERMANGU)
OTONG
Tapi kau masih
bertunangan dengan Anen bukan?
FATIMAH
Tidak! Aku benci
padanya! Aku tak ingin melihat lagi seumur hidupku! (MEMBUKA RINGNYA DAN
MELEMPARKAN KEPADA ANEN) Ini! Aku kembalikan barangmu!
OTONG
Bagus! Mari kita
pergi!
(MEREKA PERGI DAN
KETIKA MEREKA SAMPAI DI PINTU ANEN TERSENTAK DAN MEMANGIL)
ANEN
Hai! Tunggu dulu!
FATIMAH
Kau jangan bicara
dengan aku lagi bangsat!
ANEN
Aku tak bicara dengan
kau, monyet!
OTONG
Kau pun tak usah
bicara lagi dengan aku! Kau telah menghina gadis yang amat kucintai!
FATIMAH
(GEMBIRA MENATAP
OTONG) Jadi … jadi kau mencintai aku, Otong?
OTONG
Benar sayang, aku
sungguh-sungguh mencintaimu!
FATIMAH
(MEMELUK OTONG) Oh!
Kenapa tidak kau ucapkan dari dulu-dulu cintamu itu, Tong?
OTONG
(MALU-MALU) Habis …
habis, aku takut, tapi sekarang kau sudah tahu aku cinta padamu?
ANEN
(MASIH DI LANTAI) Wah
… hebat! Kalau begitu aku bisa ucapkan selamat pada kalian!
FATIMAH
(DINGIN) Mari kita
segera pergi, saying … di sini suasananya sangat memuakkan.
OTONG
Mari (MEREKA PERGI
SAMBIL BERPELUKAN).
(ANEN BANGKIT DAN
MEMBERSIHKAN PAKAIANNYA DARI DEBU DAN IKAH TETAP BERDIRI DENGAN ANGKUHNYA
MEMBELAKANGI ANEN0
ANEN
Nah, kau sekarang
telah betul-betul menghancurkan hidupku, semoga kau puas nona New York!
IKAH
(MEMBALIK) Aku? Aku
menghancurkan hidupmu?! Justru sebaliknya kau yang telah menghancurkan hidupku!
ANEN
(MENDEKAT) Kau
betul-betul harus dihajar!
IKAH
(MUNDUR) Jangan
dekat-dekat aku! Kau anak berandalan!
ANEN
Jangan kuatir, aku
tak akan menyentuhmu sama sekali bahkan dengan tongkat sepanjang tiga meter pun
aku tak akan sudi menyentuhmu!
IKAH
Dan aku tak akan sudi
menyentuh kulitmu sekalipun dengan tongkat sepanjang tiga meter setengah!
ANEN
Baru satu tahun saja
tinggal di New York sudah belagu! Mentang-mentang dari Amerika, tidak mau kenal
lagi sama teman sekampung norak loe!
IKAH
Baru satu tahun saja
aku meninggalkanmu, kau sudah serong! Lelaki macam apa kau ini?! Coba ingat,
waktu kau mengikrarkan pertunangan kita, kau bersumpah mati kepadaku. Kau
berjanji akan menantikan aku, dan aku percaya sekali kepadamu! Tapi buktinya?
Apa kau yang belagu! Banyak tingkah! Sok jadi play boy. Ini play boy Jelambar!
Apa?!
ANEN
Lalu apa yang kau
tangisi sekarang? (MENIRU GAYA IKAH) Lupakanlah! Itulah gaya New York. Tak ada
sesuatu pun yang harus dihadapi dengan berkerut dahi, tak ada sesuatupun yang
harus kita selesaikan secara berlebihan kita jangan terlalu banyak membuang
waktu dan energi.
IKAH
Oh … Anen sudahlah …
aku menyesal …!
ANEN
Dan kuharap kau bisa
mengerti akan maksudku, bahwa kini, tak ada lagi yang bisa kita bicarakan tentang
sebuah pertunangan antara kita dulu, dank au tahu, bahwa kita tidak akan bisa
melangsungkan pernikahan kita, karena itu hanyalah akan merupakan pemblasteran
belaka. Bayangkan bagaimana mungkin seorang penduduk New York menikah dengan
seorang laki-laki dari Jelambar! Itu hanya akan menjadi sebuah lelucon dunia
saja!
IKAH
Anen … sudahlah!
Hentikan lelucon ini! Aku menyesal! Betul-betul itu hanyalah ketololan saja!
Kau mau memaafkanku bukan?
ANEN
Tidak! Tidak
segampang itu kau meminta maaf! Aku senang, senang sekali melihat makhluk macam
apa sebenarnya kau ini!
IKAH
(MENDEKAT TAKUT) Oh,
Anen! Kau keliru! Kau salah! Aku sesekali bukanlah orang yang semacam itu! Aku
tak seburuk apa yang kau kira barusan.
ANEN
Apalah artinya orang,
bagiku? Itu hanya istilah yang nisbi belaka, bah!
IKAH
Benar, Anen.
Begitulah hal-hal yang telah diucapkan Francesca, hal-hal yang bodoh dan
pandir, tetapi Francesca sudah tak ada lagi sekarang, dan gadis yang sekarang
ada dihadapanmu ini adalah Ikah, tunanganmu yang dulu!
ANEN
Dan dengan pakaian
yang amat menggelikan ini?
IKAH
(MEMPERHATIKAN DAN
MELURUSKAN BAJUNYA) Oh … inikan hanya bungkusnya doing, Anen, tetapi dalam
lubuk hatiku yang paling dalam, aku ini hanyalah seorang gadis Jelambar saja
yang mencintai setengah mati kekasihnya, seorang pemuda dari Jelambar.
ANEN
Wah … wah … wah …!
IKAH
Betul, Anen! Aku ini
Ikah yang sungguh-sungguh, bukan Ikah yang jadi-jadian! Kau masih ingat padaku
bukan? Ketika kita sama-sama berenang di empang waktu anak-anak? Dan kini aku
telah kembali untukmu Anenku sayang!
ANEN
Dan kalau aku tidak
salah ingat , aku dulu pernah bertunangan dengan seorang gadis Jelambar bernama
Ikah.
IKAH
Benar, dan hingga
kinpun kau masih bertunangan dengan dia.
ANEN
(BERUBAH SEPERTI
WAKTU LALU) Selamat datang, Ikah! Wah, bagaimana dengan perjalananmu yang jauh
dari seberang lautan?
IKAH
Wah! Sungguh-sungguh
memuakkan, kekasihku! Dan aku tak bisa tenang sebelum menginjak tanah Jelambar.
ANEN
Menyenangkankah
tinggal di New York selama setahun?
IKAH
Puah! Kampung ini selalu
lebih menyenangkan dari pada di Amerika!
ANEN
Lalu kenapa
surat-suratku tidak pernah kau balas?
IKAH
(SETELAH BERPIKIR
SEJENAK) Ah … si Francesca menyuruhku selalu tak pernah mengijinkan aku untuk
membalasnya.
ANEN
Sungguh-sungguh busuk
gadis itu! Untung sekarang sudah …
(DARI LUAR BI ATANG
MEMANGGIL MANGGIL! “FRANCESCA”! “FRANCESCA”! MEREKA DIAM, BERPANDANGAN, LALU
BERHAMBURLAH TAWA MEREKA)
BI ATANG
(MUNCUL DARI DALAM) Frances
… eh Anen, kau masih di sini, oh ya Francesca, jangan marah, aku tak dapat menemukan
seledri kesukaanmu.
IKAH
Ah nggak apa-apa
Nyak! Aku memang nggak suka seledri!
BI ATANG
Lho! Katamu kau tidak
akan bisa hidup tanpa seledri!
ANEN
(BANGKIT) Iya, itukan
Francesca< Francesca sekarang sudah mati, sedang yang ada di muka Bibi
sekarang ini adalah Ikah, gadis Jelambar yang denok.
BI ATANG
Tapi … Francesca
itukan Ikah juga …
IKAH
OH … BUKAN Nyak, aku
ini Ikah! Bukan Francesca!
BI ATANG
(MENATAP KEDUA ANAK
ITU YANG TERSENYUM-SENYUM LALU MENGANGKAT TANGAN DAN MASUK KE DALAM) Yah … apa
boleh buat tapi aku menyerah!
(DARI TETANGGA
TIBA-TIBA TERDENGAR SEBUAH LAGU BARAT, KEMUDIAN IKAH TERTAWA DAN MENGIKUTI
ALUNAN LAGU ITU).
IKAH
(KUMAT LAGI) Lagu
ini! Amboi! Betapa indahnya kengan-kenangan yang merasuki pembuluh-pembuluh
nadiku ini … kudengar lagu ini untuk pertama kalinya di New York pada
pertunjukkan Eddie Conden … !
ANEN
(MEMPERINGATKAN
DENGAN TELUNJUKNYA) Nah, nah nah ya kambuh lagi! Kesurupan lagi kan?!
IKAH
(SUNGGUH MENYESALI)
Oh … ! Maafkan aku, saying ! (MEMELUK ANEN) Aku tidak sadar barusan.
ANEN
Taka pa-apa, maklum
baru datang dari Amerika (MEREKA TERTAWA).
IKAH
(MERAJUK) Sayang …!
ANEN
Ada apa manisku … ?
IKAH
Maukah Tuan aku
masakkan urab jenkol?
ANEN
Wow! Dengan segala
senag hati nona!
(MEREKA TERTAWA LALU
BERPELUKAN MAKIN KETAT DAN MENARI LALU LAYARPUN TURUN).
SELESAI ……..
(DISADUR OLEH NOORCA
MARENDRA DARI KARYA MARCELINO ACANA JR TERJEMAHAN TJETJE JUSUF)
terima kasih banyak....untuk postingan naskah dramanya
BalasHapusYa bagus dramanya😍
BalasHapus🙏🙂
BalasHapus